Yes! Kita Bisa Mengakhiri TBC!

Hari Tuberkulosis Sedunia (HTBS) diperingati setiap tanggal 24 Maret. Perayaan HTBS dilaksanakan untuk meningkatkan komitmen seluruh pihak dalam mengeliminasi TBC. Yuk ketahui lebih lanjut tentang HTBS tahun 2024!

Tuberkulosis (TBC) di tingkat global

Menurut World Health Organization (Global TB Report, 2023), TBC masih menjadi masalah kesehatan di dunia hingga saat ini. TBC menjadi penyebab kematian tertinggi kedua di dunia setelah COVID-19 pada tahun 2022. Lebih dari 10 juta orang terjangkit penyakit TBC setiap tahunnya. Tanpa pengobatan, angka kematian akibat penyakit TBC tinggi (sekitar 50%). Secara global pada tahun 2022, TBC menyebabkan sekitar 1,30 juta kematian. Dengan pengobatan yang direkomendasikan WHO, 85% kasus TBC bisa disembuhkan. Jumlah orang yang baru didiagnosis sakit TBC secara global adalah 7,5 juta pada tahun 2022. Tiga puluh negara dengan beban TBC tinggi menyumbang 87% kasus TBC dunia pada tahun 2022 dan dua pertiga dari total global terjadi di delapan negara: India (27%), Indonesia (10%), Cina (7.1%), Filipina ( 7,0%), Pakistan (5,7%), Nigeria (4,5%), Bangladesh (3,6%) dan Republik Demokratik Kongo (3,0%). Pada tahun 2022, 55% pasien TBC adalah laki-laki, 33% perempuan, dan 12% adalah anak-anak (usia 0–14 tahun).

TBC di Indonesia

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular kronis yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Berdasarkan Global TB Report Tahun 2023, Indonesia berada pada posisi kedua dengan jumlah beban kasus TBC terbanyak di dunia setelah India, diikuti oleh Cina. Dengan jumlah kasus TBC diperkirakan sebanyak 1.060.000 kasus TBC dan 134.000 kematian akibat TBC per tahun di Indonesia (terdapat 17 orang yang meninggal akibat TBC setiap jamnya). Sebagai upaya penanggulangan TBC, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan TBC. Terdapat enam strategi penanggulangan TBC di Indonesia, yaitu: 1) Penguatan komitmen dan kepemimpinan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk mendukung percepatan eliminasi TBC 2030; 2) Peningkatan akses layanan TBC bermutu dan berpihak pada pasien; 3) Optimalisasi upaya promosi dan pencegahan, pemberian pengobatan pencegahan TBC, serta pengendalian infeksi; 4) Pemanfaatan hasil riset dan teknologi skrining, diagnosis, dan tatalaksana TBC; 5) Peningkatan peran serta komunitas, mitra, dan multi-sektor lainnya dalam eliminasi TBC; dan 6) Penguatan manajemen program melalui penguatan sistem kesehatan.

TEMA DAN SUB-TEMA

Tema peringatan HTBS tahun 2024 pada tingkat global adalah Yes! We Can End TB. Merujuk pada tema global tersebut, Kementerian Kesehatan menentukan untuk tema nasional peringatan HTBS tahun 2024 adalah GIAT: Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis.

Tema Global: “Yes! We Can End TB!”

Sebagaimana kita ketahui, tema global tahun 2024 masih sama dengan tema tahun lalu, hal ini menyampaikan pesan harapan bahwa kembali ke jalur yang benar untuk melawan epidemi TBC dapat dicapai melalui kepemimpinan tingkat tinggi dan peningkatan investasi. Fokus tahun ini adalah untuk mewujudkan komitmen HLM PBB 2023 menjadi tindakan nyata. 

Tema ini juga diharapkan dapat meningkatkan akses terhadap diagnostik dan regimen pengobatan baru, serta teknologi digital dan kecerdasan buatan. Tema ini juga berpusat pada peningkatan keterlibatan orang terdampak TBC, komunitas dan masyarakat sipil untuk memimpin gerakan untuk mengakhiri  dan menyoroti kekuatan kolektif untuk mencapai target Deklarasi Politik HLM tahun 2027 dan mengakhiri TBC pada 2030.

Pada Hari TBC Sedunia 2024, kita membutuhkan keterlibatan semua– pemimpin politik, masyarakat sipil, donor, peneliti, komunitas TBC, sektor swasta, masyarakat dan yang paling penting adalah diri kita untuk membawa pesan ini selangkah lebih maju dalam  membantu Eliminasi  TBC.

Tema Nasional: “Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis  (GIAT)”

Diharapkan tema ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang permasalahan TBC melalui: 

1) Peningkatan peran serta semua pihak (pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi profesi, mitra, dan masyarakat) untuk  penanggulangan TBC di Indonesia.

2) Ajakan seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam  mendukung penanggulangan TBC baik dalam pencegahan, penemuan kasus maupun dukungan pengobatan sampai sembuh.

Sub-tema 1: Gerakan Indonesia Akhiri TBC dengan Deteksi Dini dan Terapi Pencegahan TBC (TPT)

Deteksi dini sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa orang yang terinfeksi TBC segera mendapatkan pengobatan sehingga penyebaran penyakit dapat dicegah. Deteksi dini dapat dilakukan dengan mengetahui gejala dan melakukan skrining TBC. Peran semua pihak, mulai dari pemerintah, swasta, komunitas dan masyarakat dalam pencegahan TBC juga sangat diperlukan.

Selain itu, peran keluarga penting dalam pencegahan penularan TBC karena keluarga memiliki peran besar dalam merawat anggota keluarga yang sakit TBC dan memastikan anggota keluarga yang sehat tidak tertular TBC. 

Sub-tema 2: “Gerakan Indonesia Akhiri TBC dengan Memulai Pengobatan Sampai Sembuh”

TBC merupakan penyakit yang dapat diobati dan disembuhkan. Namun, masih terdapat tantangan pasien TBC belum memulai pengobatan. Beberapa kemungkinan dikarenakan kurangnya pengetahuan pasien tentang pentingnya pengobatan TBC, adanya stigma, kurangnya dukungan keluarga, kesulitan mengakses fasilitas kesehatan dan lainnya.

Pengobatan TBC perlu dilakukan dengan memperhatikan 3T: Tepat Waktu, Tepat Cara, dan Tepat Dosis. Pengobatan harus dilakukan pada jangka waktu yang sudah ditentukan oleh dokter hingga sembuh dengan cara dan dosis yang sesuai. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan pengobatan, yaitu: 1) durasi pengobatan TBC  yang cukup lama, 2) banyak dari pasien sudah merasa sembuh sehingga berhenti minum obat, 3) adanya gangguan/penyakit lain, 4) kurangnya pengetahuan pasien terkait resistansi TBC akibat putus berobat, 5) pasien malas berobat, 6) kurangnya dukungan dari keluarga, 7) tidak adanya upaya dari diri sendiri atau motivasi untuk rutin minum obat.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan minum obat pada pasien TBC yaitu: 1) menjaga komitmen pengobatan, 2) adanya dukungan keluarga dalam bentuk dukungan emosional, waktu, dan finansial, 3) penggunaan alat bantu demi peningkatan kepatuhan berobat, 4) pendekatan ‘peer educator’ atau pendidik sebaya dalam memberikan motivasi dan edukasi dari pasien ke pasien, serta 5) kesadaran diri sendiri. Jika kita sadar akan kesehatan itu sangat berharga, maka keberhasilan dalam pengobatan TBC hingga sembuh akan tercapai.

Sub-tema 3: “Gerakan Indonesia Akhiri TBC Akhiri Stigma”

Stigma menjadi salah satu penyebab keengganan masyarakat untuk melakukan pemeriksaan TBC dan dapat memperburuk kondisi pasien. Karena adanya stigma, baik internal maupun eksternal, menjadi penghambat pemenuhan hak pasien dan penyintas TBC untuk mengakses layanan kesehatan. Selain itu, pasien bisa terlambat didiagnosis, menolak memulai pengobatan, tidak patuh berobat, atau putus pengobatan. Dengan begitu, stigma secara tidak langsung juga mengakibatkan penyebaran TBC yang lebih luas di masyarakat. Stigma juga menyebabkan orang yang mengalami TBC menarik diri dari lingkungan, ditolak dari pergaulan, mendapatkan diskriminasi di lingkungannya, sulit mendapatkan pekerjaan, bahkan kehilangan pekerjaannya. 

Hal tersebut dapat berkontribusi terhadap munculnya permasalahan ekonomi dan kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan. Semua hal ini, baik psikologis, ekonomi, dan kesehatan, saling berkaitan satu sama lain dan berdampak buruk jika tidak ditangani dengan tepat. Untuk itu, kita perlu berupaya untuk menghilangkan stigma pada pasien TBC dengan menyuarakan informasi yang benar dan mendukung pasien dengan sepenuh hati.

Sub-tema 4: “Gerakan Indonesia Akhiri TBC untuk Generasi Emas 2045”

Anak dan kalangan remaja diharapkan menjadi generasi emas pada tahun 2045, sehingga perlu dipastikan bahwa mereka mendapatkan akses pendidikan, kesehatan dan ketahanan yang optimal sebagai dasar mencapai kemajuan. 

TBC merupakan penyebab kesakitan dan kematian yang sering terjadi pada anak. Anak sangat rentan terinfeksi TBC terutama yang kontak erat dengan pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis dan anak juga lebih berisiko terhadap TBC berat seperti TBC milier dan TBC meningitis. Pencegahan TBC adalah salah satu upaya penting untuk menjaga kesehatan anak dan generasi muda.

Peran keluarga sebagai pihak terdekat sangat penting dalam pencegahan penularan TBC pada anak. Selain itu, keluarga juga dapat menjadi Pengawas Menelan Obat (PMO) bagi pasien TBC anak dan pendamping anak dalam menjalani pengobatan.

Di sisi lain, satuan pendidikan sebagai salah satu tempat anak berkumpul dan berinteraksi memiliki peran penting dalam pencegahan penularan TBC. Pedoman Sekolah Peduli TBC dalam rangka gerakan bersama melawan TBC pada satuan pendidikan telah disusun oleh Kemenkes dan Kemendikbud. Pedoman ini merupakan panduan dan standar program bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan pola peduli pencegahan penularan TBC. 

Perlu dilakukan sosialisasi yang lebih terstruktur dan masif, sehingga target utama yaitu peningkatan pengetahuan dan pemahaman warga satuan pendidikan mengenai definisi TBC Anak dapat tercapai secara efektif dan efisien. 

Untuk membantu negara-negara meningkatkan akses terhadap pengobatan pencegahan TBC, WHO akan merilis sebuah kasus investasi untuk meningkatkan penerapan pengobatan pencegahan TBC.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *